Cerpen Menur
Sendirian. Merenung. Pergi. Sendiri. Cuci mata. Cari udara segar. Asyik kali ya! Jalan-jalan sore naik bronpit di belakang kampus UNS. Rutinitas sore, banyak anak muda berpasangan di Hik yang bejajar di sepanjang trotoar.
Dibawah kapal belakang STSI bermandikan remang-remang lampu kota disudut-sudut jalan. Nampak pemandangan anak muda berpasang-pasangan. Kuperhatikan di sekelilingku sekilas mataku menangkap hik baru bertuliskan Hik PAKAGULA. Kupertajam lagi pandanganku pada hik itu. Benar adanya, Hik PAKAGULA.
Aku melangkah, kudekati hik itu, aku baca lagi tulisan di tenda itu. Hik PAKAGULA, tidak ada yang salah, Hik PAKAGULA. Tapi bukannya PAKAGULA, nama belakang Pak Jo? Jangan-jangan hik ini milik Pak Jo? Rasa penasaranku membawa langkahku memasuki hik itu. Ternyata tidak salah dugaanku, Pak Jo dengan senyum ramah menyambut para pembeli yang pesan jajanannya. Banyak jajanan dan minuman yang disediakan di sana dari es teh manis sampai wedang ronde, dari tahu bacem, ati ayam hingga kue, tentu tak terkecuali kekhasan hik yaitu nasi bungkus
“Hallo Menur, apa kabar, sendirian?”
“Iya nih Pak Jo, kebetulan lagi pengin keluar sendirian.”
“Lho Pak Jo, ini hik milik Pak Jo?”sambil menunggu es teh manis yang kupesan aku tanyakan yang menjadi penasanku.
“Yah begitulah, tepatnya hik milik HPK.”
“Milik HPK Pak Jo?”
“Iya, modal patungan dari anak-anak HPK.”
“Wah hebat dong.” Lalu kami tertawa.
“Tapi ngomong-ngomong maksudnya apa Pak, kok HPK punya ide membuat Hik segala?”
“Semakin lama HPK kan semakin tua, begitu juga para anggotanya. Saya bermaksud nglumpukke balung pisah, biar HPK tinggal nama tetapi para anggotanya bisa tetap saling ketemu. Begitulah Nur.”
“Terus hasilnya gimana Pak Jo?”
“Ya seperti sore ini, kamu mampir di Hik HPK.” tawa Pak Jo menyertai.
“Bukannya PAKAGULA kependekan dari Padepokan Kaki Gunung Lawu? seperti yang Pak Jo pernah bilang?”
“He he he….. kurang lebih begitu Menur. Karena cita-cita belum tersampai makanya aku buat hik dulu. Hik PAKAGULA dibawah kapal.”
“Saya juga ikut seneng kok Pak Jo, Jadi saya bisa sering-sering mampir di sini.”
***
Sore itu hampir maghrib. Di tengah percakapan kami, tiba-tiba aku mendengar suara tabrakan dan jeritan seorang gadis tepat di depan hik PAKAGULA. Spontan semua mata tertuju di tempat kejadian. Ada seorang gadis telah terkapar. Kabarnya gadis itu bermaksud mendahului mobil di depannya, tapi tak diduga-duga di depan ternyata ada truk pengangkut kayu. Betapa malangnya gadis itu karena dia terseret mobil, nyawanya terancam. Gadis itu tak sadarkan diri, bajunya compang-camping penuh darah, seketika itu Pak Jo menghampiri gadis itu, lalu digendongnya gadis itu dan dibawa ke RS bersaama-sama orang yang menabraknya.
Aku bermaksud kembali ke Hik, tapi astaga! Mataku melihat seorang laki-laki mengambil uang di laci hik PAKAGULA.
”Copet…..!” teriakku spontan.
Copet itu lari tunggang langgang, banyak orang berusaha mengejarnya tapi ternyata copet itu lebih cepat larinya. Satu orang yang lainnya mencoba mengejar dengan bronpit. Hampir saja copet itu tertangkap di perempatan bangjo, tapi sial, bronpit yang mengejar kehabisan bensin lalu macet. Dan si copet itu selamat.
Segera aku hubungi Pak Jo yang ada di RS untuk mengabarkan copet yang mengambil uangnya.
“Ya sudahlah, semua di luar dugaan kita. Yang penting gadis itu selamat dari maut. Apa jadinya kalau tidak dibawa ke RS, nyawanya bisa tidak tertolong. Keadaan dia sangat memprihatinkan, karena kedua tangan dan kaki kirinya patah.”
“Astafirullah”
***
Aku kembali ke hik PAKAGULA, di sana sudah ada mas Yuditeha, ternyata Pak Jo yang telah menghubunginya.
“Mas Yudi baru saja ya?”
“Iya Nur, Pak Jo sudah cerita semuanya, termasuk perihal uang yang dicopet pas ada keributan kecelakaan di depan hik tadi.”
“Terus gimana dong Mas? Uang hasil penjualan hari ini di copet orang?”
“Gampanglah Nur, nanti kita kumpulkan rekan-rekan HPK untuk kumpulin cerpen, lalu menjualnya dan uangnya untuk mengganti uang HPK yang dicopet tadi.***
1 komentar:
bagaimana bila membuang waktumu untuk sekedar membaca : http://monologtintakepadakertas.blogspot.com/
Posting Komentar